
Kita sering diajarkan sejak kecil:
“Jangan marah, nanti nggak disukai orang.”
“Marah itu dosa.”
“Kalau marah berarti kamu lemah.”
👉 Unusual, ya? Padahal marah itu emosi alami manusia. Sama seperti lapar, haus, atau lelah marah adalah sinyal tubuh yang memberi tahu ada sesuatu yang salah.
Tapi… di sinilah masalahnya.
😲 Shocking fact: marah yang dipendam terlalu lama bisa berubah jadi “bom waktu”. Penelitian menunjukkan, orang yang terbiasa menekan marah berisiko lebih tinggi mengalami:
- Tekanan darah tinggi
- Gangguan tidur
- Kecemasan bahkan depresi
- Masalah pada jantung
Ironisnya, banyak orang lebih takut dianggap “pemarah” daripada sakit secara mental maupun fisik. Akhirnya marah dibungkam, ditutup rapat, sampai tubuh sendiri yang berteriak lewat penyakit.
📌 Kebenarannya: Marah bukan musuh. Yang berbahaya adalah cara kita mengelolanya.
- Marah bisa memberi tahu kita batasan mana yang dilanggar.
- Marah bisa jadi bahan bakar untuk perubahan positif.
- Marah yang dikelola sehat, justru bisa memperkuat hubungan dan kesehatan mental.
Jadi, kalau kamu marah, jangan buru-buru merasa bersalah.
Tanyakan pada diri sendiri:
👉 “Pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan emosiku?”
Karena peduli pada marah, sama artinya peduli pada kesehatan mental.
